Did you know ??
Dibandingkan dengan
bahasa-bahasa Eropa, bahasa Indonesia tidak banyak menggunakan kata bertata
bahasa dengan jenis kelamin. Sebagai contoh kata ganti seperti “dia” tidak secara spesifik menunjukkan apakah orang tersebut laki-laki atau perempuan. Hal
yang sama juga ditemukan pada “adik” dan “pacar” sebagai contohnya. Untuk lebih
menelaah secara gender, sebuah kata sifat harus ditambahkan, “adik laki-laki”
sebagai contohnya.
Ada juga kata yang
bergender, seperti contohnya “putri” dan “putra”. Kata-kata seperti ini
biasanya diserap dari bahasa lain (diserap dari bahasa Sansekerta melalui
bahasa Jawa kuno)
unakan Untuk mengubah
sebuah kata benda menjadi bentuk jamak digunakan reduplikasi, tapi hanya jika
jumlahnya tidak diimplikasikan dalam konteks. Sebagai contoh, “seribu orang”
dipakai alih-alih “seribu orang-orang”. Reduplikasi juga mempunyai banyak
fungsi lain, tidak terbatas pada kata benda.
Bahasa Indonesia
menggunakan “kami” dan “kita”. “Kami” adalah kata gnti eksklusif yang berarti
tidak termasuk sang lawan bicara, sedangkan “kita” adalah kata ganti inklusif
yang berarti kelompok orang yang disebut termasuk lawan bicara.
Susunan kata dasar adalah
Subjek – Predikat – Objek (SPO) walaupun susunan kata lain juga mungkin.
Misalnya, kalimat Adi membeli sepatu merupakan
susunan kalimat dasar berpola SPO, dan Ayah
bekerja di luar kota merupakan susunan kata berpola SPK. Bahasa Indonesia
juga tidak mengenal kata (tense).
Waktu dinyatakan dengan menambahkan kata keterangan waktu (seperti, “kemarin”
atau “besok”), atau indicator lain seperti “sudah” atau “belum”.
Dengan tata bahasa yang
cukup sederhana bahasa Indonesia mempunyai kerumitannya sendiri, yaitu pada
penggunaan imbuhan yang mungkin akan cukup membingunkan bagi orang yang pertama
kali belajar bahasa Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar